Sabtu, 31 Mei 2014

Harapan Petani pada Mahasiswa Pertanian



“Hey, De, kuliah dimana sekarang?” tanya teman. “Di Uninus, di Bandung”, jawabku. “Ngambil jurusan apa?” tanyanya lagi. “Pertanian, Agroteknologi”, jawabku lagi. “Wuih, yang udah merasa nyaman dengan dunia pertanian, sampe kuliahnya diteruskan ke pertanian, semangat bro!!” ujarnya. “Makasi brother” sahutku, (sambil meneruskan pembicaraan lain).

Jawaban  teman saya itu merupakan fakta yang saya alami saat ini. Mengapa saya kuliah di pertanian setelah sebelumnya sekolah di SMK Pertanian Pembangunan Negeri Tanjungsari, karena ya itu, sudah merasa nyaman. Nyaman disini bukan karena materinya mudah, sama sekali tidak. Nyaman karena sudah memiliki gambaran untuk hari esok. Pertanian itu adalah bidang sains tepatnya sains terapan. Dan sebelum tahun 2003, gelar yang diberikan pun adalah Insinyur (Ir.). Yups, karena bermaterikan IPA (sains), khususnya biologi terapan.

Walaupun demikian, kuliah di pertanian itu tantangan untuk saya. Mengapa? Karena salah satu alasannya negara ini adalah negara agraris. Dimana sebagian besar penduduk di Indonesia ini adalah petani, dari mulai petani gurem, sampai petani berdasi. Dan sungguh menyenangkan bagi saya jika masa depan saya sukses di bidang ini, menjadi petani berdasi, dan pemberdaya masyarakat tani. Selain itu, peluang bekerjanya pun sangat luas, baik dari sektor industrinya (Pupuk, pestisida, benih), budidaya, perusahaan perkebunan dan pertanian, pegawai pemerintah, wirausaha, perbankan, dan lain sebagainya.

Paradigma masyarakat memang masih menganggap pertanian dengan sebelah mata. Mereka menganggap bahwa pertanian itu kotor, sawah, ladang, sulit air, buruh tani, cangkul dan ani-ani, dan sebagainya. Itu semua memanglah benar, tapi bukanlah patokan definisi pertanian. Kompleks memang jika berbicara tentang pertanian, karena dunia pertanian sangatlah luas. Namun, saya mengambil kesimpulan dari kuliah yang saya dapat, bahwa pertanian secara garis besar adalah bio-industry. Menurut hemat saya, paradigma yang berkembang di masyarakat haruslah diubah, karena pertanian bukanlah kasta terendah dalam kehidupan. Ini tugas bersama.

Ketika saya terjun di masyarakat, dan mereka menanyakan program studi kuliah saya, lalu mereka mengetahui saya kuliah di Fakultas Pertanian, betapa terharunya hati saya. Betapa tidak, mereka merasa bahagia karena masih ada generasi muda yang mau menjadi mahasiswa untuk mempelajari pertanian. Seakan ada harapan dalam benak mereka akan masa depan pertanian di Negara ini. Tak sedikit pula dari mereka yang mengungkapkan rasa bangganya dengan mengatakan langsung kepada saya. Ini memompa semangat saya akan  masa depan yang cerah, dan membangun pertanian yang lebih baik di Negeri yang mulai mengidolakan dunia industri ini.

Namun, terkadang saya pun merasa memiliki beban di punduk ini. Harapan-harapan mereka akan eksistensi seorang mahasiswa dari fakultas pertanian kemudian satu per satu terungkap. Mulai dari bagaimana membangun desa yang mereka tinggali ketika mereka ingin bertahan dengan bernaung pada pertanian, sampai dengan bagaimana mereka menyekolahkan anak mereka dengan pertanian. Hati saya bergetar dan bertanya pada diri saya sendiri. "Bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka para petani??"

Sungguh, harapan mereka adalah motivasi besar untuk saya selain dari keluarga. Untuk rekan-rekan lain yang kuliah mempelajari disiplin ilmu pertanian, pasti setidaknya pernah merasakan hal sama saya rasakan. Ini renungan untuk kita, apabila kelak setelah kita lulus sebagai Sarjana Pertanian. Ya, mahasiswa pertanian apabila nantinya jadi pengambil keputusan untuk pertanian, cobalah untuk turun langsung ke lapang. Melihat bagaimana kondisi petani di Indonesia yang sebenarnya. Petani dengan lahan garapan yang tidak luas sebutlah petani gurem, penghasilannya jauh sekali dari UMR, itu pun kalau hasilnya maksimal. Cobalah buat kebijakan yang menguntungkan petani. Jaga harga produk pertanian dan harga bahan untuk proses kelangsungan budidaya seperti harga pupuk, dan sebagainya, serta kapan waktu yang tepat untuk berlakunya subsidi hasil pertanian.


Ini adalah tulisan kecil dari seorang mahasiswa pertanian. Besar sekali harapan untuk memajukan pertanian di Negeri ini. Negeri ini adalah negeri yang tanahnya paling subur di planet ini. Yups ada sebuah lagu yang syairnya menyebutkan kayu dan batu bisa jadi tanaman. Tapi mengapa petaninya masih banyak yang tidak hidup layak? Inilah pertanyaan besar yang sampai saat ini saya terus mencari jawaban di bangku kuliah ataupun di luar sana, sembari mencari cara bagaimana memecahkannya. Hati kecil saya berkata, "Semoga saya bisa melakukan sesuatu untuk petani kelak”. Aamiin